PEMAKNAAN TRADISI PETIK LAUT BAGI MASYARKAT PESISIR

Authors

  • Irma Juliana Ilmu Sosial dan Politik / Sosiologi, Universitas Jember
  • Nindi Laili Safitri Ilmu Sosial dan Politik / Sosiologi, Universitas Jember
  • Wulan Fadillah Ilmu Sosial dan Politik / Sosiologi, Universitas Jember

DOI:

https://doi.org/10.47861/tuturan.v1i2.242

Keywords:

Petik Laut, Puger, Strukturasi

Abstract

Indonesia has very diverse traditions and customs. The culture in Indonesia is one  of  the  historical  heritages  that  we  must  preserve  today  because  life  is  becoming more  modern,  little  by  little  eroding  the  existence  of  local  culture.  In  its  history, Indonesia  is  a  society  with  many  tribes  and  cultures  that  have  local  wisdom  that  is preserved  by  the  people.  Petik  Laut  is  one  of  the  traditions  in  Indonesia  which  is currently  still  being  carried  out  precisely  in  Puger  District,  Jember  Regency.  Puger people think that the results of the natural surroundings are a resource and the key to their well-being. Therefore, this has made some people who live in coastal areas have a tradition  that  is  carried  out  as  a  form  of  gratitude  and  thanks  because  the  natural resources they get from the sea can meet their needs. Coastal communities usually use rituals  that  have  become  a  hereditary  tradition  as  an  expression  of  gratitude.  In addition, this tradition carried out by coastal communities is also a prayer or hope that the  fish  catch  will  be  abundant  and  also  get  safety.  This  activity  is  carried  out  during Muharram or Suro. This Petik Laut tradition is an amalgamation of local wisdom and religion. In the tradition of sea cucumbers, there are prayers and recitation of the holy verses of the Koran before finally the offerings are thrown into the sea

References

Ainiyah, N. (2017). Petik laut: Social-ideological accommodation in the fishermen community of Kedungrejo Muncar Banyuwangi. Religia, 154-173.

Akhmad Ganefo, B. S. (2006). Kepercayaan Masyarakat Pesisir Selatan Jawa Timur Terhadap Laut (Studi Kasus Larung Sesaji Di Puger Dan Watu Ulo Jember). repository.unej.ac.id, 1-10.

Komarudin, K., Adrianti, R., & Mashud, M. (2022). The Role of Social Media and Local Wisdom to Puger Fishermen's Social Resilience on Sea Accidents. The Journal of Society and Media, 6(2), 422-443

Lily Handayani, B. (2014). TRANSFORMASI PERILAKU KEAGAMAAN (Analisis Terhadap Upaya Purifikasi Akidah Melalui Ruqyah Syar’iyah Pada Komunitas Muslim Jember). The Sociology of Islam, 1(2). https://doi.org/10.15642/jsi.2011.1.2.%p

Nur Ainiyah. (2017). RITUAL PETIK LAUT DAN KERAGAMAN (KERAGAMAN DAN KOMUNIKASI RITUAL DI KALANGAN NELAYAN MULTIETNIS DI KEDUNGREJO MUNCAR BANYUWANGI). Empirisma Vol. 26

Qomariyah, D. N., & Sholihin, A. B. (2019). Kontestasi Pro dan Kontra Ritual Petik Laut pada Masyarakat Nelayan Puger Jember. Fenomena, 18(1).

Rahayu, S. S., Waskito, W., & Widianto, A. (2022). Budaya Petik Laut: Solidaritas sosial berbasis kearifan lokal pada masyarakat pesisir di Dusun Parsehan Kabupaten Probolinggo. Jurnal Integrasi dan Harmoni Inovatif Ilmu-Ilmu Sosial (JIHI3S), 2(6), 565-576.

Rahma, R. M. (2022). Pethik Laut Tradition as a Ritual of Repelling Bala (Study of Sociology Disaster). IJTIMAIYA: Journal of Social Science Teaching, 6(1), 99-110.

Setiari, A. D. SINKRETISME JAWA DAN ISLAM DALAM TRADISI PETIK LAUT DALAM RANGKA MENUJU DESA WISATA DI KECAMATAN PUGER KABUPATEN JEMBER.

Widiyawati, A. A. (2018). TRADISI LARUNG SESAJI PUGER UNTUK MEMBENTUK MASYARAKAT POLISENTRIS. Jantra, 13(2), 125-138.

Wijaya, R. R., & Jannah, R. (2019). Makna Ritual methik di Kalangan Petani: Studi Tentang Kearifan Lokal Petani Desa Sumbersewu Kabupaten Banyuwangi (The Ritual Meaning of methik in Farmer Sphere: A Study on Farmer Local Wisdom in Sumberwaru Village, Banyuwangi Regency). E-Sospol, 6(1), 27-35.

Downloads

Published

2023-06-09

How to Cite

Irma Juliana, Nindi Laili Safitri, & Wulan Fadillah. (2023). PEMAKNAAN TRADISI PETIK LAUT BAGI MASYARKAT PESISIR. TUTURAN: Jurnal Ilmu Komunikasi, Sosial Dan Humaniora, 1(2), 218–232. https://doi.org/10.47861/tuturan.v1i2.242